Kemayoran Dalam Sebuah Ironi Dunia Properti


Berita Asli – Umumnya, lokasi dan akses menjadi faktor penentu kemajuan sebuah kawasan. Tetapi, jangan lupa untuk mempertimbangkan faktor citra (image) sebuah kawasan, karena sebuah kawasan yang strategis dengan infrastruktur yang baik pun bisa mengalami stagnansi, seperti kawasan Kemayoran.
Kemayoran adalah kawasan yang menjadi ironi dunia properti Ibu Kota. Dengan lokasi strategis, infrastruktur prima—jalan-jalan mulus nan lebar serta jaringan listrik dan telepon tertata rapi di bawah tanah—ternyata tidak bisa mengangkat pamor kawasan bekas bandara ini.  
Anton Sitorus, Head of Research Jones Lang LaSalle menjelaskan, kawasan Kemayoran kurang diminati bukan karena akses atau infrastruktur yang tidak bagus, tetapi karena image-nya. “Perusahaan yang ingin masuk ke sebuah kawasan akan mempertimbangkan image kawasan tersebut. Jika representatif atau bergengsi, mereka mau. Tetapi, saat ini image Kemayoran belum bisa disebut sebagai kawasan bisnis. Image Kemayoran lebih pada Jakarta Fair, padat, dan kumuh,” jelas Anton.
Andai saja krisis moneter di ujung tahun 90-an tidak terjadi, imbuh Anton, kawasan Kemayoran mungkin sudah lebih maju dari kawasan TB Simatupang. Pasalnya, saat itu sebuah konsorsium berencana membangun Menara Jakarta—yang digadang sebagai salah satu menara tertinggi di dunia. Sayang, akibat krisis mega proyek tersebut terhenti di tengah jalan.
Di sisi lain, imbuh Anton, proyek-proyek yang ada di Kemayoran pun dikembangkan oleh pengembang baru, bukan pengembang besar, seperti pengembang apartemen Monaco Residence atau Palazzo yang sempat mangkrak.  
Pengembang besar seperti Lippo atau Ciputra tidak mau masuk ke sana, kata Anton, karena status tanah kawasan Kemayoran ‘cuma’ HPL (hak pengelolaan lahan). Cuma Agung Sedayu yang masuk ke Kemayoran untuk mengembangkan beberapa proyek, seperti The Mansion at Dukuh Golf Kemayoran, Madison Golf Apartment, dan The Royale Springhill.
Agar Kemayoran menjadi kawasan bergengsi, tutur Anton, badan yang berwenang di Kemayoran, yakni Direksi Pelaksana Pengendalian Pembangunan Kompleks Kemayoran (DP3KK) harus lebih profesional dan berperan sebagai asset management company. “Jika DP3KK merekrut orang-orang yang berkompeten dari dunia properti, mungkin planning bisa diubah pelan-pelan. Sekarang ini kan yang berperan birokrat yang belum tentu tahu dunia properti,” kata Anton.
“DP3KK harus seperti Otorita Batam yang mengolah Batam dan mengundang investor. Misalnya, mereka mengundang perusahaan pengembang dan memberikan insentif,” kata Anton.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kemayoran Dalam Sebuah Ironi Dunia Properti"

Posting Komentar